Sabtu, 14 Maret 2009

TENTANG



Mengenai Remaja Dan Emosionalnya

Oleh Dodi Prananda


Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang sangat indah, dimana mereka bisa menemukan jati diri mereka sebagai seorang anak manusia yang membutuhkan cinta. Lalu bagaimana seorang remaja tersebut dapat menemukan jati dirinya di masa peralihan sikap sekaligus mentalnya?
Ya, salah satu faktor yang memiliki peranan cukup besar yakninya emosional. Dalam konteks pembicaraan mengenai emosi dan remaja dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kecerdasan emosional seorang remaja dapat menentukan apakah seorang remaja berhasil menemukan jati dirinya.
Pada masa remaja atau masa peralihan untuk menemukan jati dirinya tersebut adanya sebuah pergolakan emosi yang tidak terkendali, notabenenya tergantung sepenuhnya pada diri remaja tersebut, kalau remaja mampu mengendalikan emosi berarti ada sebuah perwujudan kecerdasan emosi yang efektif.
Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.
Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Kenali diri kenali kecerdasan emosi
Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 1992) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik dan psikis terutama emosi.
Ada beberapa faktor sebenarnya yang sangat memberikan distorsi akan emosi seorang remaja, diantara hal yang tidak terlepas dari kendali emosi seorang remaja itu adalah lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman sejawat dengan seribu satu macam aktifitas. Dimana masa remaja yang sangat identik dengan lingkungan sosial tersebut akan ada kesinambungannya dengan lingkungan dimana seorang remaja tersebut berinteraksi, di lingkungan yang baikkah atau sebaliknya, hal tersebut tentu menuntut remaja untuk mengefektifkan antara kepekaan dirinya dengan lingkungan.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara yang dijalani remaja dalam konteks pembicaran mengenai aktifitas yang dijalankan di tempat interaksi, lebih banyak waktu terhabiskan di sekolah dan tidak memadai untuk pemenuhan gejolak energi, maka hal itu akan berbuntut pada pada meluapnya energi yang tidak dapat tersalurkan tersebut menjadi aktifitas yang bernilai positif semisal tawuran.
Nah, dapat di tarik sebuah kesimpulan awal bahwa betapa besarnya gejolak emosi seseorang yang ditandai dengen kepekaan dirinya terhadap dirinya ketika berinteraksi dengan tempat lingkungan atau tempat berinteraksi.
Remaja perlu tanggap dengan kecerdasan emosinya
Apabila ada sebagian remaja yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang indah barangkali hal tersebut sah-sah saja dan dapat diterima dengan alasan dimana masa remaja ini seorang remaja paling banyak sekali intensitas distorsi lingkungan ataupun influence teman-teman sejawat, maka tidak perlu dicengangkan lagi apabila ada seorang remaja yang tidak mampu mengendalikan emosinya yang meluap sebagai akibat dari ketidakpahamannya akan dirinya, maka dapat dikatakan bahwa remaja itu belum bisa memanage kecerdasan emosinya secara baik dan efektif.
Berdasarkan hal itu jualah diperlukan kecerdasan emosi dalam diri remaja agar ia lebih paham dan hal yang sama tidak terulang, yakni meluapnya emosi. Kecerdasan emosi itu sendiri terlihat dari bagaimana seorang remaja bisa memberi kesan yang positif akan tentang dirinya, diharapkan ia dapat menggali energi yang positif, seperti memahami diri, mampu menggali potensi dan energi positif yang ada dalam dirinya, serta bagaimana ia menyetarakan diri dengan lingkungan tempat ia berada. (referensi berbagai sumber). Padang, 7 Februari 2009

Penulis bergiat di Yayasan Citra Budaya, Sanggar Sastra Pelangi.